Minggu, 17 Januari 2021

SIAPA YANG TIDAK BISA / BOLEH DI VAKSINASI COVID 19


 sumber: petunjuk teknis vaksin covid19 .

 
 

1.     

  1. Pengukuran tekanan darah. Jika didapatkan hasil lebih besar dari 140/90 maka vaksinasi tidak diberikan.
  2. Pengukuran suhu tubuh calon penerima vaksin sedang demam, lebih tinggi dari 37 derajat Celcius, maka vaksinasinya harus ditunda.
  3. Pernah terkonfirmasi menderita Covid-19.
  4. Sedang hamil atau menyusui.
  5. Mengalami gejala ISPA seperti batuk/pilek/sesak napas dalam 7 hari terakhir.
  6. Ada anggota keluarga serumah yang kontak erat/suspek/konfirmasi/sedang dalam perawatan karena penyakit Covid-19.
  7. Jika merupakan vaksinasi kedua, maka yang dilarang adalah jika memiliki riwayat alergi berat atau mengalami gejala sesak napas, bengkak dan kemerahan setelah divaksinasi Covid-19 sebelumnya
  8. Sedang mendapatkan terapi aktif jangka panjang terhadap penyakit kelainan darah.
  9. Menderita penyakit jantung (gagal jantung/penyakit jantung coroner).
  10. Menderita penyakit Autoimun Sistemik (SLE/Lupus, Sjogren, vaskulitis, dan autoimun lainnya).
  11. Menderita penyakit ginjal (penyakit ginjal kronis/sedang menjalani hemodialysis/dialysis peritoneal/transplantasi ginjal/sindroma nefrotik dengan kortikosteroid).
  12. Menderita penyakit Reumatik Autoimun/Rhematoid Arthritis.
  13. Menderita penyakit saluran pencernaan kronis.
  14. Menderita penyakit Hipertiroid/hipotiroid karena autoimun
  15. Menderita penyakit kanker, kelainan darah, imunokompromais/defisiensi imun, dan penerima produk darah/transfusi.
  16. Diberikan bagi Perusahaan untuk Karyawan Untuk calon penerima vaksin yang menderita HIV, maka petugas akan menanyakan angka cluster of differentiation 4 (CD4)-nya. Bila angkanya kurang dari 200 atau tidak diketahui, maka vaksinasi tidak diberikan.
  17. Penderita penyakit paru, asma, PPOK, dan TBC, maka vaksinasi ditunda sampai kondisi pasien terkontrol baik. Namun untuk pasien TBC dalam pengobatan, vaksinasi dapat diberikan minimal setelah dua minggu mendapat obat anti tuberkulosis.



 

Pertama, petugas akan melakukan pengukuran tekanan darah. Jika didapatkan hasil lebih besar dari 140/90 maka vaksinasi tidak diberikan. Setelah itu, apabila berdasarkan pengukuran suhu tubuh calon penerima vaksin sedang demam, lebih tinggi dari 37 derajat Celcius, maka vaksinasinya harus ditunda. Baca juga: Pemerintah Buka Peluang Perluas Ruang Lingkup Vaksinasi Covid-19 Kemudian, vaksinasi tidak dapat diberikan untuk orang-orang dengan kriteria: 1. Pernah terkonfirmasi menderita Covid-19. 2. Sedang hamil atau menyusui. 3. Mengalami gejala ISPA seperti batuk/pilek/sesak napas dalam 7 hari terakhir. 4. Ada anggota keluarga serumah yang kontak erat/suspek/konfirmasi/sedang dalam perawatan karena penyakit Covid-19. 5. Jika ini merupakan vaksinasi kedua, maka yang dilarang adalah jika memiliki riwayat alergi berat atau mengalami gejala sesak napas, bengkak dan kemerahan setelah divaksinasi Covid-19 sebelumnya. Baca juga: Kapan Keluarga Presiden Jokowi Divaksin Covid-19? Ini Penjelasan Istana 6. Sedang mendapatkan terapi aktif jangka panjang terhadap penyakit kelainan darah. 7. Menderita penyakit jantung (gagal jantung/penyakit jantung coroner). 8. Menderita penyakit Autoimun Sistemik (SLE/Lupus, Sjogren, vaskulitis, dan autoimun lainnya). 9. Menderita penyakit ginjal (penyakit ginjal kronis/sedang menjalani hemodialysis/dialysis peritoneal/transplantasi ginjal/sindroma nefrotik dengan kortikosteroid). 10. Menderita penyakit Reumatik Autoimun/Rhematoid Arthritis. 11. Menderita penyakit saluran pencernaan kronis. 12. Menderita penyakit Hipertiroid/hipotiroid karena autoimun 13. Menderita penyakit kanker, kelainan darah, imunokompromais/defisiensi imun, dan penerima produk darah/transfusi. Baca juga: Menkes Buka Opsi Vaksin Covid-19 Mandiri, Diberikan bagi Perusahaan untuk Karyawan Untuk calon penerima vaksin yang menderita HIV, maka petugas akan menanyakan angka cluster of differentiation 4 (CD4)-nya. Bila angkanya kurang dari 200 atau tidak diketahui, maka vaksinasi tidak diberikan. Selanjutnya, untuk penderita penyakit paru, asma, PPOK, dan TBC, maka vaksinasi ditunda sampai kondisi pasien terkontrol baik. Namun untuk pasien TBC dalam pengobatan, vaksinasi dapat diberikan minimal setelah dua minggu mendapat obat anti tuberkulosis.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Siapa Saja yang Tak Bisa Divaksin Covid-19? Berikut Kriterianya...", Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2021/01/15/12021261/siapa-saja-yang-tak-bisa-divaksin-covid-19-berikut-kriterianya?page=all#page2.
Penulis : Deti Mega Purnamasari
Editor : Bayu Galih

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L
Pertama, petugas akan melakukan pengukuran tekanan darah. Jika didapatkan hasil lebih besar dari 140/90 maka vaksinasi tidak diberikan. Setelah itu, apabila berdasarkan pengukuran suhu tubuh calon penerima vaksin sedang demam, lebih tinggi dari 37 derajat Celcius, maka vaksinasinya harus ditunda. Baca juga: Pemerintah Buka Peluang Perluas Ruang Lingkup Vaksinasi Covid-19 Kemudian, vaksinasi tidak dapat diberikan untuk orang-orang dengan kriteria: 1. Pernah terkonfirmasi menderita Covid-19. 2. Sedang hamil atau menyusui. 3. Mengalami gejala ISPA seperti batuk/pilek/sesak napas dalam 7 hari terakhir. 4. Ada anggota keluarga serumah yang kontak erat/suspek/konfirmasi/sedang dalam perawatan karena penyakit Covid-19. 5. Jika ini merupakan vaksinasi kedua, maka yang dilarang adalah jika memiliki riwayat alergi berat atau mengalami gejala sesak napas, bengkak dan kemerahan setelah divaksinasi Covid-19 sebelumnya. Baca juga: Kapan Keluarga Presiden Jokowi Divaksin Covid-19? Ini Penjelasan Istana 6. Sedang mendapatkan terapi aktif jangka panjang terhadap penyakit kelainan darah. 7. Menderita penyakit jantung (gagal jantung/penyakit jantung coroner). 8. Menderita penyakit Autoimun Sistemik (SLE/Lupus, Sjogren, vaskulitis, dan autoimun lainnya). 9. Menderita penyakit ginjal (penyakit ginjal kronis/sedang menjalani hemodialysis/dialysis peritoneal/transplantasi ginjal/sindroma nefrotik dengan kortikosteroid). 10. Menderita penyakit Reumatik Autoimun/Rhematoid Arthritis. 11. Menderita penyakit saluran pencernaan kronis. 12. Menderita penyakit Hipertiroid/hipotiroid karena autoimun 13. Menderita penyakit kanker, kelainan darah, imunokompromais/defisiensi imun, dan penerima produk darah/transfusi. Baca juga: Menkes Buka Opsi Vaksin Covid-19 Mandiri, Diberikan bagi Perusahaan untuk Karyawan Untuk calon penerima vaksin yang menderita HIV, maka petugas akan menanyakan angka cluster of differentiation 4 (CD4)-nya. Bila angkanya kurang dari 200 atau tidak diketahui, maka vaksinasi tidak diberikan. Selanjutnya, untuk penderita penyakit paru, asma, PPOK, dan TBC, maka vaksinasi ditunda sampai kondisi pasien terkontrol baik. Namun untuk pasien TBC dalam pengobatan, vaksinasi dapat diberikan minimal setelah dua minggu mendapat obat anti tuberkulosis.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Siapa Saja yang Tak Bisa Divaksin Covid-19? Berikut Kriterianya...", Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2021/01/15/12021261/siapa-saja-yang-tak-bisa-divaksin-covid-19-berikut-kriterianya?page=all#page2.
Penulis : Deti Mega Purnamasari
Editor : Bayu Galih

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L
Pertama, petugas akan melakukan pengukuran tekanan darah. Jika didapatkan hasil lebih besar dari 140/90 maka vaksinasi tidak diberikan. Setelah itu, apabila berdasarkan pengukuran suhu tubuh calon penerima vaksin sedang demam, lebih tinggi dari 37 derajat Celcius, maka vaksinasinya harus ditunda. Baca juga: Pemerintah Buka Peluang Perluas Ruang Lingkup Vaksinasi Covid-19 Kemudian, vaksinasi tidak dapat diberikan untuk orang-orang dengan kriteria: 1. Pernah terkonfirmasi menderita Covid-19. 2. Sedang hamil atau menyusui. 3. Mengalami gejala ISPA seperti batuk/pilek/sesak napas dalam 7 hari terakhir. 4. Ada anggota keluarga serumah yang kontak erat/suspek/konfirmasi/sedang dalam perawatan karena penyakit Covid-19. 5. Jika ini merupakan vaksinasi kedua, maka yang dilarang adalah jika memiliki riwayat alergi berat atau mengalami gejala sesak napas, bengkak dan kemerahan setelah divaksinasi Covid-19 sebelumnya. Baca juga: Kapan Keluarga Presiden Jokowi Divaksin Covid-19? Ini Penjelasan Istana 6. Sedang mendapatkan terapi aktif jangka panjang terhadap penyakit kelainan darah. 7. Menderita penyakit jantung (gagal jantung/penyakit jantung coroner). 8. Menderita penyakit Autoimun Sistemik (SLE/Lupus, Sjogren, vaskulitis, dan autoimun lainnya). 9. Menderita penyakit ginjal (penyakit ginjal kronis/sedang menjalani hemodialysis/dialysis peritoneal/transplantasi ginjal/sindroma nefrotik dengan kortikosteroid). 10. Menderita penyakit Reumatik Autoimun/Rhematoid Arthritis. 11. Menderita penyakit saluran pencernaan kronis. 12. Menderita penyakit Hipertiroid/hipotiroid karena autoimun 13. Menderita penyakit kanker, kelainan darah, imunokompromais/defisiensi imun, dan penerima produk darah/transfusi. Baca juga: Menkes Buka Opsi Vaksin Covid-19 Mandiri, Diberikan bagi Perusahaan untuk Karyawan Untuk calon penerima vaksin yang menderita HIV, maka petugas akan menanyakan angka cluster of differentiation 4 (CD4)-nya. Bila angkanya kurang dari 200 atau tidak diketahui, maka vaksinasi tidak diberikan. Selanjutnya, untuk penderita penyakit paru, asma, PPOK, dan TBC, maka vaksinasi ditunda sampai kondisi pasien terkontrol baik. Namun untuk pasien TBC dalam pengobatan, vaksinasi dapat diberikan minimal setelah dua minggu mendapat obat anti tuberkulosis.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Siapa Saja yang Tak Bisa Divaksin Covid-19? Berikut Kriterianya...", Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2021/01/15/12021261/siapa-saja-yang-tak-bisa-divaksin-covid-19-berikut-kriterianya?page=all#page2.
Penulis : Deti Mega Purnamasari
Editor : Bayu Galih

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Pemerintah telah menetapkan pandemi Corona Virus Disease2019 (COVID-19) sebagai bencana non-alam. Sejak diumumkannya kasus konfirmasi pertama pada Maret 2020, dalam rentang waktu satu bulan, seluruh provinsi telah melaporkan kasus konfirmasi. Penyebaran COVID-19 tidak hanya terjadi di Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan kota padat penduduk lainnya, namun telah menyebar hingga ke pedesaan di daerah terpencil. Sampai dengan tanggal 27 Desember 2020, sebanyak 706.837 kasus konfirmasi COVID-19 telah dilaporkan di Indonesia dan tercatat sejumlah 20.994 orang meninggal. Pandemi COVID-19 memberi tantangan besar dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia dan berdampak terhadap sistem kesehatan Indonesia yang terlihat dari penurunan kinerja pada beberapa program kesehatan. Hal ini disebabkan prioritasi pada penanggulangan pandemi COVID-19 serta adanya kekhawatiran masyarakat dan petugas terhadap penularan COVID-19. Di beberapa wilayah, situasipandemi COVID-19 bahkan berdampak pada penutupan sementara dan/atau penundaan layanan kesehatan khususnya di posyandu dan puskesmas. Pandemi COVID-19 juga memberi dampak besar bagi perekonomian yaitu: (1) Membuat daya beli masyarakat, yang merupakan penopang perekonomian sebesar 60 persen, jatuh cukup dalam. Hal ini dibuktikan dengan data dari BPS yang mencatatkan bahwa konsumsi rumah tangga turun dari 5,02 persen pada kuartal I tahun 2019 menjadi 2,84 persen pada kuartal 1 tahun 2020 ini; (2) Menimbulkan adanya ketidakpastian yang berkepanjangan pada dunia usaha sehingga investasi ikut melemah dan berimplikasi pada terhentinya usaha; dan (3) Seluruh dunia mengalami pelemahan ekonomi sehingga menyebabkan harga komoditas turun dan ekspor Indonesia ke beberapa negara juga terhenti. Selain itu, pandemi COVID-19 yang melanda dunia, juga memberikan dampak yang terlihat nyata dalam berbagai sektor di antaranya sektor sosial, pariwisata, dan pendidikan.Sementara itu, tingkat kerentanan masyarakat semakin meningkat yang disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap penerapan protokol -2 -kesehatan seperti memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak minimal 1 –2 meter. Tanpa intervensi kesehatan masyarakat yang cepat dan tepat, diperkirakan sebanyak 2,5 juta kasus COVID-19 akan memerlukan perawatan di rumah sakit di Indonesia dengan angka kematian yang diperkirakan mencapai 250.000 kematian.Oleh karena itu, perlu segera dilakukan intervensi tidak hanya dari sisi penerapan protokol kesehatan namun juga diperlukan intervensi lain yang efektif untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit, yaitu melaluiupaya vaksinasi. Upaya telah dilakukan oleh berbagai negara, termasuk Indonesia, untuk mengembangkan vaksin yang ideal untuk pencegahan infeksi SARS-CoV-2 dengan berbagai platform yaitu vaksin inaktivasi /inactivated virus vaccines, vaksin virus yang dilemahkan (live attenuated), vaksin vektor virus, vaksin asam nukleat, vaksin seperti virus (virus-like vaccine), dan vaksin subunit protein. Vaksinasi COVID-19 bertujuan untuk mengurangi transmisi/penularan COVID-19, menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat COVID-19, mencapai kekebalan kelompok di masyarakat (herd immunity) dan melindungi masyarakat dari COVID-19 agar tetap produktif secara sosial dan ekonomi. Kekebalan kelompok hanya dapat terbentuk apabila cakupan vaksinasi tinggi dan merata di seluruh wilayah. Upaya pencegahan melalui pemberian program vaksinasi jika dinilai dari sisi ekonomi, akan jauh lebih hemat biaya, apabila dibandingkan dengan upaya pengobatan. Pelayanan vaksinasi COVID-19 dilaksanakan dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yaitu dengan menerapkan upaya Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) dan menjaga jarak aman 1 –2 meter, sesuai dengan Petunjuk Teknis Pelayanan Vaksinasi Pada Masa Pandemi COVID-19. Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan puskesmas harus melakukan advokasi kepada pemangku kebijakan setempat,serta berkoordinasi dengan lintas program, dan lintas sektor terkait, termasuk organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, organisasi keagamaan, tokoh masyarakat dan seluruh komponen masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan vaksinasi COVID-19. Petugas kesehatan diharapkan dapat melakukan upaya komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) kepada masyarakat serta memantau status vaksinasi setiap sasaran yang ada di wilayah kerjanya untuk memastikan setiap sasaran mendapatkan vaksinasi COVID-19 lengkap sesuai dengan yang dianjurkan.                                                                                                                                                                  

RUANG LINGKUP

Petunjuk teknis ini memberikan acuan bagi pelaksanaan vaksinasi COVID-19 yang meliputi perencanaan kebutuhan, sasaran, pendanaan, distribusi serta manajemen vaksin dan logistik lainnya, pelaksanaan pelayanan, kerja sama, pencatatan dan pelaporan, strategi komunikasi, pemantauan dan penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Vaksinasi COVID-19 serta monitoring dan evaluasi. 

 
PERENCANAAN VAKSINASICOVID-19

Dalam upaya peningkatan cakupan vaksinasiyang tinggi dan merata melalui peningkatan akses terhadap layanan vaksinasi yang berkualitas dan sesuai standar, termasuk dalam rangka pelaksanaan pelayanan vaksinasi COVID-19 dibutuhkan proses perencanaan yang komprehensif. Proses penyusunan perencanaan pelaksanaan vaksinasi dilakukan oleh masing-masing jenjang administrasi. Dengan perencanaan yang baik, kegiatan pelayanan vaksinasi diharapkan dapat berjalan dengan baik pula. Dalam melaksanakan kegiatan pemberian vaksinasi COVID-19, perencanaan disusun dengan memperhitungkan data dasar (jumlah fasilitas pelayanan kesehatan/pos pelayanan vaksinasi, tenaga pelaksana, daerah sulit, dll).

PENTAHAPAN KELOMPOK PRIORITAS PENERIMA VAKSIN

Vaksinasi COVID-19 dilaksanakan dalam 4 tahapanmempertimbangkan ketersediaan, waktu kedatangan danprofil keamanan vaksin. Kelompok prioritas penerima vaksin adalah penduduk yang berdomisili di Indonesia yang berusia ≥ 18 tahun. Kelompok penduduk berusia di bawah 18 tahun dapat diberikan vaksinasi apabila telah tersedia data keamanan vaksin yang memadai dan persetujuan penggunaan pada masa darurat (emergency use authorization) atau penerbitan nomor izin edar (NIE) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan.Tahapan pelaksanaan vaksinasi COVID 19 dilaksanakansebagai berikut:

1.Tahap 1 dengan waktu pelaksanaan Januari-April 2021

Sasaran vaksinasi COVID-19 tahap 1 adalah tenaga kesehatan, asisten tenaga kesehatan, tenaga penunjang serta mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan profesi kedokteran yang bekerja pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

2.Tahap 2 dengan waktu pelaksanaan Januari-April 2021

Sasaran vaksinasi COVID-19 tahap 2 adalah:

    • Petugas pelayanan publik yaitu Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia, aparat hukum, dan petugas pelayanan publik lainnya yang meliputi petugas di bandara/pelabuhan/stasiun/terminal, perbankan, perusahaan listrik negara, dan perusahaan daerah air minum, serta petugas lain yang terlibat secara langsung memberikan pelayanan kepada masyarakat.
    • Kelompok usia lanjut (≥ 60 tahun).

3.Tahap 3 dengan waktu pelaksanaan April 2021-Maret 2022

Sasaran vaksinasi COVID-19 tahap 3 adalah masyarakat rentan dari aspek geospasial, sosial, dan ekonomi.

4.Tahap 4 dengan waktu pelaksanaan April 2021-Maret 2022 

Sasaran vaksinasi tahap 4 adalah masyarakat dan pelaku perekonomian lainnya dengan pendekatan kluster sesuai dengan ketersediaan vaksin.

Pentahapan dan penetapan kelompok prioritas penerima vaksin dilakukan dengan memperhatikan Roadmap WHO Strategic Advisory Group of Experts on Immunization(SAGE) serta kajian dari Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional (Indonesian Technical Advisory Group on Immunization).

Menurut Roadmap yang disusun oleh WHO Strategic Advisory Group of Experts on Immunization (SAGE), karena pasokan vaksin tidak akan segera tersedia dalam jumlah yang mencukupi untuk memvaksinasi semua sasaran, maka ada tiga skenario penyediaan vaksin untuk dipertimbangkan oleh negara yaitu sebagai berikut: 

  1. Tahap I saat ketersediaan vaksin sangat terbatas (berkisar antara 1–10% dari total populasi setiap negara) untuk distribusi awal
  2. Tahap II saat pasokan vaksin meningkat tetapi ketersediaan tetap terbatas (berkisar antara 11-20% dari total populasi setiap negara);
  3. Tahap III saat pasokan vaksin mencapai ketersediaan sedang (berkisarantara 21–50% dari total populasi setiap negara). 

Prioritas yang akan divaksinasi menurut Roadmap WHO Strategic Advisory Group of Experts on Immunization(SAGE) adalah;

  1. Petugas kesehatan yang berisiko tinggi hingga sangat tinggi untuk terinfeksi dan menularkan SARS-CoV-2 dalam komunitas.
  2. Kelompok dengan risiko kematian atau penyakit yang berat (komorbid). Indikasi pemberian disesuaikan dengan profil keamanan masing-masing vaksin.
  3. Kelompok sosial / pekerjaan yang berisiko tinggi tertular dan menularkan infeksi karena mereka tidak dapat melakukan jaga jarak secara efektif (petugas publik). 


PENDATAAN DAN PENETAPAN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN PELAKSANA PELAYANAN VAKSINASI COVID-19

1) Tempat Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19

Pelayanan Vaksinasi COVID-19 dilaksanakan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan milik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah daerah Kabupaten/Kota atau milik masyarakat/swasta yang memenuhi persyaratan.Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang melaksanakan Vaksinasi COVID-19 adalah sebagai berikut:

  1. Puskesmas, puskesmas pembantu;
  2. Klinik;
  3. Rumahsakit; dan/atau
  4. Unit pelayanan kesehatan diKantor Kesehatan Pelabuhan (KKP).

Fasilitas pelayanan kesehatan yang menjadi pelaksana pelayanan vaksinasi COVID-19 harus memenuhi persyaratan sebagaiberikut:

  1. memiliki tenaga kesehatan pelaksana vaksinasiCOVID-19;
  2. memiliki sarana rantai dingin sesuai dengan jenis Vaksin COVID-19 yang digunakan atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
  3. memiliki izin operasional Fasilitas Pelayanan Kesehatan atau penetapan oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Fasilitas pelayanan Kesehatan yang tidak dapat memenuhi persyaratan poin 2 dapat menjadi tempat pelayanan vaksinasi COVID-19 namun dikoordinasi oleh puskesmas setempat.

 2) Pendataan dan Penetapan Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pendataan fasilitas pelayanan kesehatan yang akan menjadi tempat pelaksanaan pelayanan vaksinasi COVID-19. Pendataan dilakukan melalui upaya koordinasi dengan seluruh fasilitas pelayanan kesehatan meliputi pendataan tenaga pelaksana,jadwal pelayanan dan peralatan rantai dingin yang tersedia di setiap fasilitas pelayanan kesehatan.

a) Pemetaan Tenaga PelaksanaTenaga pelaksana (satu tim) pelaksana kegiatan pemberian Vaksinasi COVID-19 untuk tiap sesi terdiri dari:

  1. Petugas pendaftaran/verifikasi 
  2. Petugas untuk melakukan skrining (anamnesa), pemeriksaan fisik sederhana dan pemberian edukasi;
  3. Petugas pemberi vaksinasi COVID-19 dibantu oleh petugas yang menyiapkan vaksin
  4. Petugas untuk melakukan observasi pasca vaksinasi COVID-19 serta pemberian tanda selesai dan kartu vaksinasi COVID-19;
  5. Petugas untuk melakukan pencatatan hasil vaksinasi COVID-19; 
  6. Petugas untuk melakukan pengelolaan limbah medis;dan/atau
  7. Petugas untuk mengatur alur kelancaran pelayanan vaksinasi COVID-19

Pemetaan ketersediaan tenaga pelaksana dilakukan sebagai pertimbangan dalam menyusun jadwal layanan. Rangkaian pemeriksaan dan pelayanan Vaksinasi COVID-19 untuk satu orang diperkirakan sekitar 15 menit. Satu vaksinator (perawat, bidan, dan dokter) diperkirakan mampu memberikan pelayanan maksimal 40 -70 sasaran per hari. Dalam satu hari dapat dilaksanakan beberapa sesi pelayanan dengan jumlah sasaran per sesi pelayanan adalah sekitar 10-20orang.

b) Penyusunan Jadwal Layanan 

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota berkoordinasi dengan seluruh fasilitas pelayanan kesehatan untuk menyusun jadwal pelayanan vaksinasi COVID-19 meliputi hari pelayanan, jumlah sesi layanan per hari, jam pelayanan dan kuota sasaran yang dilayani per sesi pelayanan serta nama dan nomor kontak penanggung jawab di masing-masing fasilitas pelayanan kesehatan. 

c) Inventarisasi Peralatan Rantai Dingin Pengelola program imunisasi dan/atau logistik 

Dinas Kesehatan Provinsi maupun Kabupaten/Kota harus melakukan inventarisasi jumlah dan kondisi sarana cold chain (vaccine refrigerator, cool pack, cold box, vaccine carrier,dsb) termasuk alat pemantau suhu yang ada saat ini, serta kekurangannya di tingkat provinsi, kabupaten/kota, puskesmas maupun fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. 

Seluruh fasilitas pelayanan kesehatan mengisi format pada Tabel 1, sesuai keterangan yang disediakan. Format Tabel 1 yang telah diisi dengan lengkap disampaikan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk dikompilasi pada Tabel 2. 

 

 

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kemudian melakukan penilaian terhadap fasilitas pelayanan kesehatan dan melakukan penetapan melalui SK Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kotaserta menginput data tersebut ke dalam aplikasi Pcare Vaksinasi.

Bila fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia tidak dapat memenuhi kebutuhan dalam memberikan vaksinasi bagi seluruh sasaran dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan tidak memenuhi persyaratan maka Dinas Kesehatan Kabupaten/Kotadan puskesmas dapat membuka pos pelayanan vaksinasi COVID-19 dengan mekanisme sebagai berikut:

  1. Puskesmas mengusulkan pos pelayanan vaksinasi COVID-19 ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.Pos pelayanan vaksinasi merupakan pos layanan luar gedung (area/tempat di luar fasilitas pelayanan kesehatan).
  2. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menetapkan daftar pos pelayanan vaksinasi melalui SK Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota serta menginput data tersebut ke dalam aplikasi Pcare Vaksinasi.
  3. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan puskesmas harus memastikan ketersediaan tenaga pelaksana serta sarana rantai dingin yang memadai untuk melaksanakan pelayanan vaksinasi COVID-19 yang aman dan berkualitas. 
  4. Pelaksanaan pelayanan vaksinasi di pos pelayanan vaksinasi harus memenuhi standar pelayanan vaksinasi COVID-19 sebagaimana dijelaskan pada Bab III. Masing-masing pos pelayanan vaksinasi juga melaksanakan pencatatan dan pelaporan tersendiri, terpisah dari puskesmas yang menjadi koordinatornya.

3) Input Data Fasilitas Pelayanan Kesehatan 

Berikut adalah cara melakukan input data fasilitas pelayanan kesehatan dalam aplikasi Pcare Vaksinasi:

  1. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota berkoordinasi dengan Kantor Cabang BPJS Kesehatan setempat untuk mendapatkan hak akses (username dan password) aplikasi Pcare Vaksinasi.
  2. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengakses aplikasi Pcare Vaksinasi melalui alamat https://pcare.bpjs-kesehatan.go.id /vaksin/menggunakan browser yang terdapat pada komputer/laptop/handphone yang terkoneksi internet, kemudian log in menggunakan username dan password yang sudah didapatkan.
  3. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengentrikan daftar fasilitas pelayanan kesehatan dan pos pelayanan vaksinasi yang telah ditetapkan pada aplikasi Pcare Vaksinasi. Data yang dientri meliputi nama fasilitas pelayanan kesehatan, jadwal layanan vaksinasi, kapasitas layanan per-sesi, nama dan nomor handphone PIC layanan vaksinasi di fasilitas pelayanan kesehatan tersebut.
  4. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota membuatkan atau menambahkan hak akses (username dan password) Pcare user fasilitas kesehatan bagi fasilitas pelayanan kesehatan baru atau fasilitas pelayanan kesehatan yang belum bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
  5. Detail penggunaan aplikasi Pcare Vaksinasi untuk pendataan fasyankes dapat dilihat pada User Manual dengan mengunduh pada tautan http://bit.ly/Lampiran Juknis VC19 dengan password $ppt12020.

D.REGISTRASI DAN VERIFIKASI SASARAN

Registrasi dan verifikasi sasaran dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut:

  1. Sasaran penerima vaksinasi akan menerima notifikasi/pemberitahuan melalui SMS Blast dengan ID pengirim: PEDULICOVID, selanjutnya sasaran akan melakukan registrasi ulang untuk memilih tempat serta jadwal layanan melalui SMS 1199, UMB*119#, aplikasi Pedulilindungi,web pedulilindungi.idatau melalui Babinsa/Babinkamtibmas setempat. Layanan SMS dan UMB tidak dikenakan biaya (gratis). Sasaran yang tidak memiliki HP akan dikompilasi datanya untuk kemudian dilakukan verifikasi oleh Babinsa/Babinkamtibmas dengan melibatkan Lurah, Kepala Dusun, Ketua RT/RW serta Puskesmas setempat.
  2. Registrasi ulang sebagaimana dimaksud angka 1meliputi juga upaya verifikasi dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan oleh sistem untuk mengonfirmasi domisili serta self-screening sederhana terhadap penyakit penyerta yang diderita.Sasaran dengan komorbid tertentu tidak dapat diberikan vaksinasi (penjelasan rinci mengenai komorbid dijelaskan pada Bab III). Verifikasi bagi sasaran yang tidak melakukan registrasi ulang akan dilakukan oleh
    Babinsa/Babinkamtibmas dengan melibatkan Lurah, Kepala Dusun, Ketua RT/RW serta Puskesmas setempat.
  3. Setelah sasaran melakukan verifikasi, sasaran memilih lokasi pelaksanaan dan jadwal vaksinasi. Selanjutnya, Sistem Informasi Satu Data Vaksinasi COVID-19 akan mengirimkan tiket elektronik sebagai undangan kepada masing-masing sasaran penerima vaksin COVID-19 yang telah terverifikasi.
  4. Pengingat jadwal layanan akan dikirimkan oleh sistem via SMS atau aplikasi Peduli Lindungi kepada sasaran.

Data sasaran yang telah terverifikasi beserta penjadwalan vaksinasi masing-masing sasaran dapat diakses oleh petugas Fasilitas pelayanan kesehatan melalui aplikasi Pcare Vaksinasi dengan mekanisme sebagai berikut:

  1. Petugas pelaksana layanan vaksinasi COVID-19 mengakses aplikasi Pcare Vaksinasi melalui alamat https://pcare.bpjs-kesehatan.go.id/vaksin/menggunakan browser yang terdapat pada komputer/laptop/handphone yang terkoneksi internet, kemudian log in menggunakan username dan password yang sudah didapatkan.
  2. Detail penggunaan aplikasi Pcare Vaksinasi dapat dilihat pada User Manual Pcare Faskes dengan mengunduh pada tautan http://bit.ly/Lampiran Juknis VC19 dengan password $ppt12020.Untuk memastikan tingginya Indeks Pemakaian (IP) vaksin, maka puskesmas dan fasilitas pelayanan Kesehatan lainnya dapat menghubungi sasaran sebelum hari pelayanan untuk memastikan kembali kedatangannya.

E. PERHITUNGAN KEBUTUHAN SERTA RENCANA DISTRIBUSI VAKSIN, PERALATAN PENDUKUNG DAN LOGISTIK

1)Perhitungan Kebutuhan

a) Kebutuhan vaksin dan logistik vaksinasi lainnyaAlokasi vaksin dan logistik vaksinasi lainnya (Auto Disable Syringe/ADS, Safety Boxdan alcohol swab) bagi setiap puskesmas maupun fasilitas pelayanan kesehatan lainnya ditentukan berdasarkan data sasaran yang terverifikasi melalui Sistem Informasi Satu Data Vaksinasi COVID-19. Alokasi pada tingkat Provinsi dan Kabupaten Kota dilakukan dengan mempertimbangkan estimasi wastage rate vaccine (estimasi wastage rate vaccine multidosis adalah 15%) serta buffer stock logistik (untuk ADS ditambahkan 5%) yang memadai dalam rangka mendukung pelaksanaan pelayanan vaksinasi COVID-19.

b) Kebutuhan Perlengkapan Anafilatik Sebagai antisipasi bila terjadi syok anafilatik, maka setiap tempat pelayanan wajib menyediakan 1 set perlengkapan anafilaktik, oksigen, cairan dan infus set. 

c) Kebutuhan logistik PPI (Pencegahan dan Pengendalian Infeksi), termasuk di dalamnya adalah Alat Pelindung Diri (APD)

Ketentuan alat pelindung diri mengacu pada Petunjuk Teknis Pelayanan Imunisasi Pada Masa Pandemi COVID-19 meliputi: 

  1. Masker bedah/masker medis 
  2. Sarung tangan bila tersedia. Sarung tangan harus diganti untuk setiap satu sasaran yang diimunisasi. Jangan menggunakan sarung tangan yang sama untuk lebih dari satusasaran. Bila sarung tangan tidak tersedia, petugas mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir setiap sebelum dan sesudah imunisasi kepada sasaran 
  3. Alat pelindung diri lain apabila tersedia, seperti pakaian gown/apron/pakaian pakaian hazmat kedap air, dan face shield.

 Perhitungan kebutuhan logistik Alat Pelindung Diri (APD) bagi petugas saat pelayanan vaksinasi yaitu sebagai berikut:

  1. Masker medis = jumlah petugas x jumlah hari pelayanan x 2 (Ket: masker medis dapat dipakai maksimal 4 jam sehingga estimasi dalam sehari diperlukan minimal masker untuk satu petugas, dapat juga diganti lebih sering apabila basah, robek atau rusak)     Contoh: Jumlah petugas sejumlah 10 orang, jumlah hari pelayanan yang direncanakan adalah 20 hari, maka masker medis yang dibutuhkan adalah 10 x 20 x 2 = 400 masker 
  2. Face shield(bila tersedia) = jumlah petugas 
  3. Sarung tangan (bila tersedia) = ((jumlah sasaran x (jumlah vaksinator+jumlah petugas skrining)) + (jumlah nakes lain x jumlah sesi pelayanan)  Contoh:  Jumlah sasaran sejumlah 50 orang, jumlah vaksinator adalah 2 orang, jumlah petugas skrining adalah 2 orang, jumlah tenaga kesehatan lain yang membantu pelayanan vaksinasi adalah 6 orang dan jumlah sesi pelayanan yang direncanakan adalah 6 sesi per hari (2 sesi per hari selama 3 hari pelayanan), maka jumlah sarung tangan yang dibutuhkan adalah:((50 x (2+2)) + (6 x 6) = 200 +36 = 236 sarung tangan
  4. Apron (bila tersedia) = sesuai kebutuhan 
  5. Kebutuhan logistik PPI lainnyasaat pelayanan vaksinasi meliputi: Hand sanitizer= sesuai kebutuhan; Sabun cair dan air mengalir = sesuai kebutuhan; Cairan disinfektan = sesuai kebutuhan
  6. Kebutuhan materi KIE Perhitungan berdasarkan pada kebutuhan. Perhitungan kebutuhan ini dilakukan menggunakan format pada Tabel 3.

 

2) Rencana Distribusi

Perlu disusun rencana distribusi vaksin, peralatan pendukung dan logistik lainnya dengan mencantumkan jadwal distribusi serta sumber pembiayaan yang dibutuhkan. Vaksin, peralatan pendukung dan logistik lainnya didistribusikan sampai ke Puskesmas maupun fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.Distribusi dapat melibatkan pihak lain seperti TNI dan POLRI, Kementerian Perhubungan termasuk penyelenggara POS.

Seluruh pihak terkait harus memastikan jadwal pengiriman vaksin, peralatan pendukung dan logistik lainnya dilaksanakan tepat waktu dalam rangka menjamin ketersediaan vaksin dan logistik lainnya di tingkat provinsi, kabupaten/kota serta puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatanlainnya. Prinsip pelaksanaan tidak menganggu distribusi vaksin dan logistik untuk pelayanan imunisasi rutin.

F.PENYUSUNAN RENCANA ADVOKASI, SOSIALISASI DAN PELATIHAN

Agar kegiatan vaksinasi COVID-19 berjalan dengan baik dan berkualitas, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Puskesmas perlu menyusun rencana advokasi, sosialisasi dan koordinasi kepada seluruh pihak baik lintas program maupun lintas sektor terkait. Untuk meningkatkan kapasitas vaksinator dan tenaga kesehatan lainnya yang terlibat dalam pelaksanaan pelayanan, serta pengelola program dan supervisor, diperlukan pelatihan dengan melibatkan instansi pelatihan kesehatan. Oleh karena itu, Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota perlu menyusun rencana kegiatan pelatihan. Rencana kegiatan advokasi, sosialisasi, dan koordinasi serta pelatihan disusunmenggunakan format pada Tabel 4.

 

G.PENYUSUNAN RENCANA KEGIATAN MONITORING DAN EVALUASI

Dalam rangka monitoring dan evaluasi kegiatan vaksinasi COVID-19, perlu disusun rencana kegiatan meliputi:

1)Penilaian kesiapan menggunakan tool VIRAT (Vaccine Introduction Readiness Assessment Tool) dengan pendekatan self-assessment. Penilaian VIRAT dilakukan per bulan.Tool VIRAT dapat diunduh pada tautan http://bit.ly/LampiranJuknisVC19.

2)Monitoring data cakupan melalui sistem informasi setiap hari

3)Monitoring kualitas layanan melalui supervisi4) Kegiatan evaluasi pelaksanaan dan evaluasi dampak melalui surveilans COVID-19.



PEMANTAUAN DAN PENANGGULANGAN KEJADIAN IKUTAN PASCA VAKSINASI

A.PENGERTIAN

Kejadian Ikutan Pasca Vaksinasi atau biasa disebut KIPI merupakan kejadian medik yang diduga berhubungan dengan vaksinasi. Kejadian ini dapat berupa reaksi vaksin, kesalahan prosedur, koinsiden, reaksi kecemasan, atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan.

KIPI diklasifikasikan serius apabila kejadian medik akibat setiap dosis vaksinasi yang diberikan menimbulkan kematian, kebutuhan untuk rawat inap, dan gejala sisa yang menetap serta mengancam jiwa. Klasifikasi serius KIPI tidak berhubungan dengan tingkat keparahan (berat atau ringan) dari reaksi KIPI yang terjadi.

Vaksin yang digunakan dalam program vaksinasi COVID-19 ini masih termasuk vaksin baru sehingga untuk menilai keamanannnya perlu dilakukan surveilans pasif Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) dan surveilans aktif Kejadian Ikutan dengan Perhatian Khusus (KIPK). Mekanisme surveilans aktif KIPK dituangkan dalam Petunjuk Teknis tersendiri, terpisah dari Petunjuk Teknis ini.

 

B.KIPI VAKSIN COVID-19 YANG MUNGKIN TERJADI DAN ANTISIPASINYA

Secara umum, vaksin tidak menimbulkan reaksi pada tubuh, atau apabila terjadi, hanya menimbulkan reaksi ringan. Vaksinasi memicu kekebalan tubuh dengan menyebabkan sistem kekebalan tubuh penerima bereaksi terhadap antigen yang terkandung dalam vaksin. Reaksi lokal dan sistemik seperti nyeri pada tempat suntikan atau demam dapat terjadi sebagai bagian dari respon imun. Komponen vaksin lainnya (misalnya bahan pembantu, penstabil, dan pengawet) juga dapat memicu reaksi. Vaksin yang berkualitas adalah vaksin yang menimbulkan reaksi ringan seminimal mungkin namun tetap memicu responimun terbaik. Frekuensi terjadinya reaksi ringan vaksinasi ditentukan oleh jenis vaksin. 

Reaksi yang mungkin terjadi setelah vaksinasi COVID-19 hampir sama dengan vaksin yang lain. Beberapa gejala tersebutantara lain:

1.Reaksi lokal, seperti:

  • nyeri, kemerahan,bengkak pada tempat suntikan,
  • reaksi lokal lain yang berat, misalnya selulitis.

2.Reaksi sistemik seperti:

  • demam,
  • nyeri otot seluruh tubuh (myalgia),
  • nyeri sendi (atralgia),
  • badan lemah,
  • sakit kepala

3.Reaksi lain, seperti:

  • reaksi alergi misalnya urtikaria, oedem, 
  • reaksi anafilaksis,
  • syncope(pingsan)

Untuk reaksi ringan lokal seperti nyeri, bengkak dan kemerahan pada tempat suntikan, petugas kesehatan dapat menganjurkan penerima vaksin untuk melakukan kompres dingin pada lokasi tersebut dan meminum obat paracetamol sesuai dosis.Untuk reaksi ringan sistemik seperti demam dan malaise, petugas kesehatan dapat menganjurkan penerima vaksin untuk minum lebih banyak, menggunakan pakaian yang nyaman, kompres atau mandi air hangat, dan meminum obat paracetamol sesuai dosis.

KIPI yang terkait kesalahan prosedur dapat terjadi, untuk itu persiapan sistem pelayanan vaksinasi yang terdiri dari petugas pelaksana yang kompeten (memiliki pengetahuan cukup, terampil dalam melaksanakan vaksinasi dan memiliki sikap profesional sebagai tenaga kesehatan), peralatan yang lengkap dan petunjuk teknis yang jelas, harus disiapkan dengan maksimal. Kepada semua jajaran pemerintahan yang masuk dalam sistem ini harus memahami petunjuk teknis yang diberikan.

KIPI yang tidak terkait denganvaksin atau koinsiden harus diwaspadai. Untuk itu penapisan status kesehatan sasaran yang akan divaksinasi harus dilakukan seoptimal mungkin.